Seperti kita ketahui bahwa telah terjadi perubahan budaya dalam sistem pertanian ladang masyarakat Dayak di Kutai Barat, dahulu biasanya sebelum menugal padi didahului menugal jagung setelah itu baru menugal padi yang kadang-kadang dicampur dengan benih timun lokal. Namun saat ini setelah menugal padi dilanjutkan dengan menanam karet alam (hasil cabutan anakan karet), dengan cara ditugal (besar tugal biasanya sebesar anakan karet yang akan ditanam dengan tujuan agar anakan karet tertutup rapat dengan tanah). Menanam karet dengan cara ditugal menurut petani lebih praktis, cepat selesai dan tidak ada biaya bila dibandingkan dengan menanam karet unggul yang menggunakan lobang tanam.
Fenomena semakin berkurangnya masyarakat yang melakukan kegiatan berladang (menanam padi) sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1997, ketika diadakan survey kerawanan pangan (gagal panen) sebagai akibat kemarau panjang dan kebakaran hutan yang dilakukan di Empat kecamatan (Long Iram, Melak, Barong Tongkok dan Damai) yang dilakukan oleh Yayasan CRA (sekarang Anum Lio) dan PT. KEM. Pada waktu itu terutama di beberapa kampung di Kecamatan Barong Tongkok beberapa petani menyatakan mereka sudah lama tidak lagi berladang karena dari hasil karet mereka cukup untuk membeli beras dan pada saat itu mereka menyatakan menyesal tidak berladang karena harga satu kilogram beras lebih tinggi dari harga satu kilogram karet.
Hasil survey menunjukan bahwa, dari 150 orang responden (penduduk lokal) yang menyatakan masih berladang sebanyak 64 orang (43%) sedangkan yang tidak berladang 86 orang (57%).
Tabel.4.18 Aktivitas Berladang
NO | Kampung | Kecamatan | Aktivitas Berladang | |
Ya | Tidak | |||
1 | Linggang Mapan | Linggang Bigung | 12 | 11 |
2 | Gleo Asa | Barong Tongkok | 9 | 10 |
3 | Juaq Asa | Barong Tongkok | 8 | 6 |
4 | Keliwai | Long Iram | 10 | 0 |
5 | Sekolaq Darat | Sekolaq Darat | 12 | 40 |
6 | Empas | Melak | 1 | 14 |
7 | Muara Benangaq | Melak | 12 | 5 |
| | | 64 | 86 |
Di Kampung Keliwai mayoritas petani responden masih melakukan aktivitas berladang (100%), sedangkan di Kampung Empas (93.33%) petani responden menyatakan sudah tidak berladang.
Alasan yang dikemukakan petani mengapa mereka tidak berladang pada umumnya adalah karena mereka sudah tidak mempunyai lahan lagi karena lahan yang mereka miliki telah ditanami karet, seperti tampak pada tabel di bawah ini:
Alasan Tidak Berladang |
Tidak punya lokasi |
Fokus ke karet |
Sudah 10 tahun tidak berladang |
Baru kembali dari |
Sudah 5 tahun yang lalu tidak berladang |
Tidak ada lahan |
Sudah tidak berladang 8 tahun lalu |
Tidak punya lahan |
Tidak ada lahan |
Sejak 4-5 tahun lalu tidak berladang |
Tidak pernah berladang, terakhir tahun 80an |
Sejak 10 tahun lalu tidak berladang |
Sumber: Petani Empas
Alasan Masih Berladang |
Pendapatan dari lahan karet kurang sebab dibagi dua dengan keponakan yang nores |
Supaya tidak beli beras yang mahal |
Karena sudah turun-temurun berladang |
Supaya tidak beli beras lagi |
Karena hasil karet kurang |
Untuk tambahan hasil keluarga |
Menambah penghasilan keluarga teruama beras |
Supaya tidak beli beras |
Tambah penghasilan |
Hoby keluarga |
Sumber: Petani Keliwai
Pada grafik di bawah ini terlihat bahwa kegiatan berladang masih banyak dilakukan didalam wilayah kampung sendiri (73%) sedangkan (27%) kegiatan berladang dilakukan di luar wilayah kampung. Di Kampung Sekolaq Darat mayoritas kegiatan berladang dilakukan diluar kampung. Dapat dipastikan untuk beberapa tahun kedepan aktivitas berladang dilakukan diluar wilayah kampung, karena areal ladang mereka telah menjadi kebun karet.
Fenomena semakin sedikitnya masyarakat/petani lokal yang melakukan aktivitas berladang menurut pendapat kami ini akan terus berlangsung. Apakah paradigma petani telah berubah?, dahulu petani merasa “aman” bila masih ada padi dilumbung mereka dan sekarang rasa “aman” muncul karena mereka telah memiliki kebun karet.
Penduduk Kampung transmigran asal jawa ada pula yang berladang seperti yang dilakukan oleh penduduk lokal yaitu di Kampung Purwodadi, dari 38 orang responden yang menyatakan berladang sebanyak 7 orang (18.42%) dan kebanyakan aktivitas berladang dilakukan di luar kampung 5 orang dan 2 orang berladang didalam kampung. Di kampung Suko Mulyo, Kecamatan Long Iram perladangan dilakukan di lahan sawah (rawa/rapak dengan sistim tadah hujan) dari 45 orang responden, 28 orang (62.22%) menyatakan masih berladang.