Minggu, 25 April 2010

Adat, Religi Dan Hukum Adat Beliatn

ADAT, RELIGI DAN HUKUM ADAT BELIATN















Di kalangan masyarakat Dayak Benuaq, Tonyooi dan Rentenukng yang relatif mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang terdapat pada segala macam mahluk hidup dan benda mati, seperti: manusia, binatang, tumbuhan, batu, gunung dan lain sebagainya. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib ini justeru mempererat hubungan antara manusia dengan kosmos. Apabila terjadi suatu pelanggaran di dalam aturan masyarakat, maka seringkali dihubungkan dengan kepercayaan terhadap terjadinya ketidak seimbangan kosmos.
Ketidaksimbangan itu dapat mengakibatkan wabah penyakit, kematian, gagal panen, bencana alam dan lain-lain. Menurut kepercayaan masyarakat Tunjung Benuaq, peristiwa itu terjadi sebagai akibat kemarahan para mahluk yang memiliki kekuatan gaib, karena adanya pelanggaran terhadap aturan atau norma tertentu yang telah ditetapkan.
Dalam kehidupan sehari hari, masyarakat Tunjung Benuaq merasa selalu di bayang-bayangi oleh mahluk-mahluk gaib. Perasaan ini mendorong mereka untuk selalu berusaha agar para mahluk tadi tidak memusuhi mereka. Disisi lain, sebenarnya mereka juga mengharapkan pertolongan dari mahluk-mahluk tadi dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengadakan hubungan dengan mahluk tadi dapat dilakukan secara pribadi, terlebih bila hubungan tersebut berhubungan dengan arwah para leluhur. Sedangkan untuk peristiwa kematian, penyakit, kelahiran, perkawinan dan lain lain biasanya mereka menggunakan seorang atau lebih sebagai perantara khusus.
Orang yang bertindak sebagai perantara itu, adalah orang yang tahu dan menguasai secara mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alam, kekuatan gaib dan keahlian khusus lainnya. Orang inilah yang disebut Pawang Beliatn atau Pemeliatn.

Arti dan Jenis Beliatn
Secara harafiah, belian sebenarnya mengandung arti berpantang atau tabu (Lietn). Secara umum dapat dikatakan bahwa belian merupakan serangkaian usaha manusia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu musibah terhadap manusia dan lingkungan atau juga merupakan suatu upaya untuk membebaskan diri dari belenggu penyakit. Dari semua rangkaian proses tadi diakhiri dengan berpantang.
Menurut kepercayaan masyarakat Tunjung dan Benuaq, gangguan terhadap manusia dan lingkungan dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk dan tingkatan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka belian dapat dibagi dalam beberapa jenis.
Berdasarkan sifatnya, jenis belian dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu (1) Belian yang bersifat untuk pencegahan antara lain ; Nalitn Tautn, Makatn Juus dan Tulak Bala; (2) Belian untuk pengobatan antara lain; Nyamat Nyahuq, Nganyukng dan Nuat Belei Banci.
Sedangkan berdasarkan tata-cara penyelenggaraanya, belian dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu: (1). Belian Luangan/Belian Beneq, (2). Belian Bawo, (3). Belian Setiyu, (4). Belian Jamu dan (5). Belian Renteu. Dari hasil iventarisasi ini, memang tidak semua jenis belian tersebut diatas dapat diuraikan disini, yang dapat disampaikan disini adalah Belian Bawo, Belian Lewangan dan Nalitn Tautn.

Belian Bawo
Belian Bawo adalah belian yang menggunakan bahasa bawo sebagai bahasa pengantar, adapun pelakunya biasanya adalah pemeliatn laki-laki namun dapat juga seorang perempuan.
Ciri khas dari belian ini tampak pada lengan kiri dan kanan tangan sang pemeliatn yang mengenakan sepasang gelang perunggu yang disebut Ketakng, sedangkan pada bagian kepala mengenakan ikat kepala yang disebut Lawukg.
Khusus untuk pemeliatn laki-laki, tidak mengenakan baju tetapi mengenakan untaian kalung yang terbuat dari jenis kayu obat-obatan dan taring binatang yang disebut Samakng Sawit. Untaian kalung tersebut diselempangkan dari bahu kiri-kanan ke bawah rusuk sebelah kanan dan kiri.
Ciri khas lainnya adalah sang pemeliatn mengenakan sejenis rok/kun panjang sampai ke mata kaki, rok ini dihiasi renda dengan motif tertentu yamg disebut Ulap Bawo. Pada bagian pinggang si pemeliatn dililit seuntai kain panjang yang disebut Sempilit, yang ujungnya terjuntai disamping kiri – kanan, sebatas Ulap Bawo. Diatas lilitan Sempilit dipasang ikat pinggang khusus yang disebut Babat.
Pelaksanaan upacara adat Belian Bawo terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, sebagai berikut :

Momaaq
Momaaq adalah suatu proses awal yang harus dilalui pada setiap pelaksanaan belian bawo. Hal ini bertujuan untuk membuka hubungan dengan para dewa di negerinya, serta mengundang mereka untuk membantu dalam pengobatan.
Momaaq selalu diawali dengan meniup Sipukng/Belaluq sebanyak tiga kali, suara sipukng ini berperan sebagai undangan untuk para dewa dan sekaligus merupakan kode dimulainya menabuh gendang untuk pertama kalinya dalam apacara ini(Nitik Tuukng). Sipukng biasanya terbuat dari taring Beruang, Macan Dahan atau taring Harimau.
Setelah gendang ditabuh, pemeliatn menaburkan beras yang berada dalam genggaman tangannya dengan maksud melepaskan utusan yang akan menjemput para dewa yang diundang.
Pada saat momaaq, posisi pemeliatn duduk bersila menghadap Awir, yaitu daun pinang beserta dahannya yang telah dibuang lidinya dan digantung bersama selembar kain panjang yang menjuntai ke bawah sehingga ujungnya menyentuh tikar. Awir ini berfungsi sebagai “tangga” untuk turun atau naiknya para dewa.

Jakaat
Setelah para utusan tiba di negeri dewa, pemeliatn mulai berdiri serta mengitari Awir. Posisi ini melambangkan para dewa sudah mulai bergerak turun untuk menghadiri undangan. Sesuai para dewa tiba di dalam rumah, pemeliatn mulai menari  untuk melakonkon gerak dari masing masing dewa yang hadir.

Penik Nyituk

Bilamana para dewa telah mendapatkan giliran menampilkan kebolehannya dalan hal menari, mereka duduk kembali dan menyakan alasan mengapa mereka diundang.           Dalam hal ini jawaban tuan rumah sangat bervariasi, tergantung dari masalah yang dihadapi keluarga tesebut pada saat itu.

Ngawaat
Pada tahap ini dengan posisi berdiri, pemeliatn mewakili para dewa mulai melaksanakan penanganan terhadap orang yang sakit dengan menggunakan selolo.           Puncak pengobatan dilakukan dari muka pintu, dalam hal ini pemeliatn yang mewakili para dewa diatas bumi, mempuyai kekuatan untuk menyedot (Nyegok) penyakit dan memberikan penyapuh yaitu semacam obat yang bertujuan meyembuhkan luka dalam. Sementara pemeliatn pulang-pergi melakukan pengobatan, bunyi gendang harus dipercepat dengan irama sencerep dan kupuk tuatn. Akhirnya proses pengobatan ditutup dengan Ngasi Ngado dan Nyelolo-Nyelonai, dengan maksud agar kondisi pasien sejuk dan nyaman serta bebas dari cengkeraman penyakit.  Dalam prose pengobatan yang terakhir ini, irama dan lagu tabuhan gendang berubah menjadi lambat dengan irama yang disebut Meramut dan Beputukng.

Tangai
Pada tahap ini, pemeliatn mempersilahkan para dewa untuk kembali ke tempatnya masing masing, dimana telah siap disajikan hidangan alakadarnya. Jenis sajian tergantung dengan tingkatan acara yang dilaksanakan.
Engkes Juus
Engkes dalam bahasa Benuaq memasukan, sedang juus adalah roh/jiwa, jadi yang dimaksud dengan engkes juus adalah memasukan roh ke dalam tempat yang seharusnya yaitu badan yang empunya jiwa tersebut. Masyarakat Tunjung dan Benuaq mempunyai keyakinan bahwa kehidupan setiap manusia terdiri atas badan (Unuk) dan jiwa (juus-june). Dengan demikian, dalam proses pengobatan orang sakit, selain diperlukan pengobatan fisik melalui Bekawat, perlu juga dilakukan pengobatan jiwa melalui juus-juus agar tidah diganggu oleh roh roh jahat. Adapun tempat yang aman itu disebutkan sebagai Petiq Angetn Bulaw. Bejariiq
Bejariiq artinya berpantang. Lamanya berpantang biasanya selama satu hari. Selama berpantang, orang yang sakit tidak diperbolhkan keluar rumah, memakan makanan terlarang seperti: terong asam, rebung dan semua jenis hewan melata. Begitu juga suasana rumah harus sepi dan tidak diperkenakan memerima tamu. Suasana tersebut ditandai dengan penancapan dahan dan daun kayu hidup disamping pintu masuk rumah bagian luar. Pelanggaran atas pantangan ini dapat mengakibatkan kambuhnya penyakit dan sukar untu diobati kembali. Setelah berakhirnya masa jariiq, maka seluruh rangkaian upacara belian bawo dinyatakan selesai.
Berdasarkan berat ringannya nasalah yang dihadapi, serta keadaan sosial-ekonomi keluarga atau masyarakat yang melaksanakan belian bawo dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan.

Tingkatan Belian Bawo
Pertama, Ngejakaat. Lamanya satu hari, tanpa mengorbankan hewan dan tidak menjali masa jariiq. Kedua, Bekawat Encaak Lamanya minimal tiga hari, menggunakan hewan korban berupa babi dan ayam, menggunakan balei ditanah dan mejlani masa jariiq selama maksimal tiga hari. Ketiga, Makatn Juus. Lamanya maksimal delapan hari, hewn yang dikorbankan berupa ayam, babi atau kambing. Menggunakan balei di dalam rumah dan di luar rumah. Jumlah pemeliatn minimal delapan orang dan menjalani masa jariiq maksimal empat hari. Keempat, Nyelukng Samat. Lamanya maksimal delapan hari, sedangkan jumlah pemeliatn minimal delapan orang. Hewan kkorban terdiri dari ayam, babi, kambing, kerbau. Sesuai dengan janji sewaktu nyamat, menggunakanbekei di dalam rumah dan diluar rumah, serta menjalani masa jariiq maksimal empat hari.
Beliatn Luangan                                    
Pada pelaksanaan belian lewangan digunakan bahasa lewangan sebagai bahasa pengantar. Peneliatn terdiri dari laki-laki dan biasanya tidak nengenakan pakaian khas.
Fungsi dari belian lewangan sebagai pengobatan atau pencegahan penyakit pada manusia atau lingkungan, juga dapat dapat sebagai upacara mengucap syukur dan dapat pula menjadi sarana hiburan dan pengembangan bakat seni sastra.
Kita ambil contoh dalam upacara perkawianan, peranan pemeliatn lewangan lebih menyajikan kebolehan berargunentasi melalui perantangin, ngelele, encakng, ngoteu,bedomeq, beganter, tumenekng dan bimpes.
Berdasarkan berat ringannya masalah yang dihadapi serta kondisi ekonomi keluarga atau masyarakat yang menyelenggarakan, maka belian Luangan dibagi sebagai berikut.
Pertama, Ngokoq Ngejekat. Lamanya satu hari, pemeliatn satu orang saja dan tidak mempergunakan hewan korban dan tidak menjalani masa bejariiq.  Kedua, netakng Nibukng. Lamanya satu sampai dengan tiga hari, pemeliatn minimal satu orang, Menggunakan hewan kurban berupa ayam yang jumlah sesuai dengan dasuq yang ditelesuri. Dasuq adalah jenis penyakit, mahluk penyebab penyakit dan juga cara pengobatannya. Menggunakan belei sesuai dusuq serta menjalai jariiq selama satu hari. Ketiga, Talitn Terajah. Lamanya satu sampai dengan enam hari, jumlah pemeliatm minimal satu orang. Hewan korban berupa ayam dan babi yang jumlahnya sesuai dengan dasuq. Menggunakan belei dan Tujakng serta menjalani masa jariiq selama tiga hari. Keempat, Bekelew Bekebas. Lamanya delapan sampai dengan enam belas hari, jumlah pemeliatn minimal delapan orang, jumlah hewan kurban yang berupa babi dan ayam disesuiakan dengan dasuq. Menggunakan belei munan rempa (langit langit rumah) dan menjalai masa jariiq selama tiga hari. Kelima, Nalitn Tautn. Lamanya delapan sampai enambelas hari, jumlah pemeliatn minimal delapan orang. Hewan korban yang dipersembahkan berupa ayam, babi dan minimal satu ekor kerbau. Mengunakan balai tautn di tanah serta menjalani masa jariiq selama empat hari.

Sumber: Studi Tentang Keberadaan Adat Istiadat dan Hukum Adat Setempat_- CERD dan BAPEDA Kubar (2007)

Kamis, 08 April 2010

Theme Song FIFA WORLD CUP 2010

Sekali-kali posting yang enggak terlalu serius.
Enakan dengerin theme song gratis Piala Dunia 2010, biar tambah semangat.

Download lagu disini

Minggu, 04 April 2010

Keberadan Lembo Terancam Kepunahan


Lembo (Simpukng Munan)/kebun buah lokal merupakan ciri khas sistem kebun buah penduduk lokal masyarakat Adat Dayak Tonyoi dan Benuaq di Kabupaten Kutai Barat. Dahulu Lembo merupakan salah satu andalan sumber pendapatan masyarakat, namun dengan semakin intensifnya perkembangan perkebunan karet keberadaannya semakin mengkhawatirkan.
Hasil survey memperlihatkan bahwa dari 164 orang responden petani lokal 74% menyatakan tidak memiliki lembo lagi dan sisanya 26% masih memiliki lembo.
Tabel dibawah ini menggambarkan kondisi lembo di kampung sampel penelitian (kampung lokal).
NO
Kampung
Kecamatan
Lembo
Ya
Tidak
1
Linggang Mapan
Linggang Bigung
0
23
2
Gleo Asa
Barong Tongkok
9
10
3
Juaq Asa
Barong Tongkok
2
12
4
Mencimai
Barong Tongkok
2
12
5
Keliwai
Long Iram
7
3
6
Sekolaq Darat
Sekolaq Darat
12
40
7
Empas
Melak
9
6
8
Muara Benangaq
Melak
1
16



42
122

Tabel diatas menunjukan bahwa 122 orang responden (74%) dari 164 total petani responden menyatakan tidak memiliki lembo (baik itu lembo warisan atau menanam sendiri),  sedangkan 44 responden (26%) menyatakan masih memiliki lembo dan umumnya  merupakan warisan.
Dari tabel diatas terlihat bahwa lembo (simpukng) masih banyak dijumpai di Keliwai (70%) responden menyatakan masih memiliki lembo, Empas (60%), Gleo Asa (47%) dan Sekolaq Darat (30%). Seperti telah dijelaskan diatas bahwa di Kampung Keliwai karet belum intensif berkembang sehingga keberadaan lembo belum terancam.
Alasan yang dikemukakan beberapa responden mengapa mereka masih memiliki/ mempertahankan lembo adalah sebagai berikut :
Alasan Masih memiliki/mempertahankan Lembo
Bila berbuah dikonsumsi sendiri
Untuk hasil sampingan
Untuk anak cucu
lembo milik keluarga besar
Masih milik bersama
Merupakan warisan

Di Kampung Linggang Mapan mayoritas responden (100%) menyatakan tidak mempunyai lembo lagi, Muara Benangaq (94%), Juaq Asa dan Mencimai (86%). 
Alasan tidak memiliki/mempertahankan Lembo
Tidak ada lahan
Lembo kurang menjanjikan hasilnya
Lahan semua ditanam karet
Lembo tidak ada untung
Lembo ditebang, jadi lahan karet
Karena bila ada lahan kosong cendrung ditanam karet

Dari beberapa alasan diatas terlihat bahwa responden yang menyatakan tidak memiliki lembo beralasan karena memang mereka sudah tidak punya lahan, lembo yang ada ditebang untuk dijadikan lahan karet.
Pernyataan yang cukup ekstrim adalah hasil dari lembo  “kurang menjanjikan” atau “tidak ada untung”, dari pernyataan ini terlihat bahwa persepsi petani lokal tentang limbo (simpukng-munan) sudah berubah dan lebih melihat dari sisi untung atau rugi, namun disisi lain justeru sangat memprihatinkan karena harus mengorbankan lembo yang merupakan simbol ikatan komunal diantara mereka yang telah diwariskan antar generasi.
Di masa depan bukan tidak mungkin lembo akan menjadi sesuatu yang langka, oleh karena itu menurut hemat kami perlu suatu tindakan bersama oleh Pemkab, DPR dan Lembaga Adat untuk menjaga keberadaan lembo, baik itu melalui Perda yang mengatur tentang Lembo, ataupun sanksi atau denda adat  terhadap penebangan lembo.

 Sumber: Buku Sejarah Perkebunan Karet, CERD-BAPEDA KUTAI BARAT 2007

Kamis, 01 April 2010

Beberapa Kasus Perkawinan Dalam Hukum Adat Dayak Tonyoi

BEBERAPA KASUS HUKUM ADAT PERKAWINAN
Sarak (Bercerai)
Rumah tangga yang sudah dibina dengan baik sekalipun tidaklah merupakan suatu jaminan bahwa rumah tangga itu lestari selamanya. Karena beragaman perbedaan dalam prinsip, kepribadian, pandangan hidup, sikap, perilaku, perbuatan, etika, moral, spiritua;, keadaan ekonomi dan sebagainya, bisa saja menyebabkan terjadinya perceraian, atau sarak dalam bahasa Tonyooi. Setiap masalah yang terjadi dalam rumah tangga, memang tentunya selalu diupayakan pemecahannya, agar tidak terjadi perceraian. Namun, apabila tidak ada kecocokan lagi yang sangat berat, maka perceraian tidak bisa dihindari.
Proses Penyelesaian Kasus Perceraian
Pihak yang diceraikan melaporkan kasusnya kepada Kepala Adat, dengan menyerahkan penenukng-penyingkap dan pembuang paneer. Kemudian pihak Dewan Adat kampung memanggil suami-istri yang berselisih tersebut dan menanyakan apa yang menjadi akar masalahnya sehingga hendak bercerai. Setelah mendengar keterangan dari kedua belah pihak, maka akhirnya dewan adat tersebut bermusyawarah untuk menilai apakah kasus yang terjadi tersebut melanggar norma-norma adat dan hukum adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat adat Tonyooi.
Setiap masalah  atau pertengkaran antara suami-istri dalam rumah tangganya, yang mengarah kepada keinginan untuk bercerai, oleh Kepala Adat selalu diupayakan secara maksimal, agar bisa bersatu kembali dalam rumah tangga yang bersangkutan. Namun, apabila upaya yang dilakukan oleh Kepala Adat tersebut berikut pihak keluarga besarnya tetap menemui jalan buntu, maka perceraian bisa saja disetujui dan sah berdasarkan hukum adat. Jadi tidak ada ikatan, perjanjian atau kontrak perkawinan yang bersifat mutlak tak terputusakan atau tak terceraikan dalam hukum adat perkawinan Tonyooi. Tidak seperti halnya ikatan perkawinan menurut Ajaran Gereja Katolik Roma, yang bersifat mutlak tak terputusakan!
Ketentuan Denda Adat Perceraian Tonyooi
Jika perceraian yang idealnya tak pernah diinginkan antara suami-isteri mana pun,  namun toh terjadi juga, maka ketentuan denda adatnya adalah sebagai berikut ini. 
1. Apabila suami-istri yang berselisih dan hendak bercerai, sementara urusannya telah diserahkan ke Dewan Adat. Lalu kemudian setelah diurus oleh Dewan Adat, ternyata suami-isteri tersebut mau rujuk kembali, maka untuk menentukan denda adat harus melihat kasusnya terlebih dahulu, barulah kepala adat dan anggotanya bermusyawarah untuk menentukan denda adat. Apabila masalahnya dianggap sangat melanggar norma adat yang berlaku, maka denda adatnya bisa berupa bemakng paliq dan ditambah dengan dua buah antaakng.
2. Jika keinginan bercerai dari salah satu pihak dengan alasan mau kawin lagi atau tidak cocok dengan pihak keluarga besar  pasangannya (suami atau isteri), maka denda adatnya adalah mencapai satu sampai dengan lima buah antaakng, dan  ditambah dengan catrekah, batun ruratn nikah, bemakng paliq.
 Adapun harta gono-gini dibagi dengan perhitungan persentase. Apabila dalam proses perceraian terjadi perebutan harta benda tersebut, dan penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara kekeluargaan, maka kasus ini harus diserahkan kepada Kepala Adat. Jika masalah ini ditangani oleh Dewan Adat, maka ketentuan adatnya adalah sebagai berikut di bawah ini.

Kententuan Pembagian Harta Benda dalam Perceraian
Ketentuan adat tentang pembagian harta benda dalam kasus perceraian dapat diterangkan sebagai berikut di bawah ini.
(1) Retaaq rempuk (harta bersama), yaitu harta benda yang diperoleh secara bersama-sama oleh suami-istri selama berumah tangga. Apabila terjadi perceraian, maka harta benda ini harus dibagi atas dasar kesepakatan bersama.
(2) Retaaq mento, yaitu harta benda yang diperoleh suami-istri semasa belum menikah, misalnya harta warisan dari orang tua perempuan atau orang tua laki-laki. Apabila terjadi perceraian, maka pembagiannya adalah sebagai berikut: (a) harta benda tersebut tetap menjadi milik laki-laki (suami), apabila harta itu didapatkan sebelum menikah atau warisan dari orang tuanya; dan (b) harta benda itu tetap menjadi milik perempuan (isteri), apabila barang atau harta itu didapatkan sebelum menikah atau warisan dari orang tuanya.
(3)  Jika terjadi perebutan harta warisan antara anak-anak yang masih bersaudara kandung, maka ketentuannya adalah sebagai berikut:  (a) anak laki-laki berhak atas harta warisan (retaaq mento) ayahnya;  dan apabila tidak mempunyai anak laki-laki, maka warisan ini dikembalikan kepada keluarganya yang laki-laki; dan  (b) anak perempuan berhak atas harta warisan (retaaq mento) ibunya, dan apabila tidak mempunyai anak perempuan, maka warisan ini dikembalikan kepada keluarga yang perempuan.

Perceraian Atas Kemauan Bersama
Sumber : Buku Komperasi Adat Tonyoi Benuaq, CERD-BAPEDA KUTAI BARAT (2007)