KILIP MENIPU MONYET
PADA suatu hari Kilip memancing di sungai yang cukup jauh jaraknya dari rumah. Setelah cukup lama Kilip mancing, ikan yang diperolehnya pun sudah cukup banyak. Karenanya ia putuskan untuk berhenti memancing dan pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang itu, Kilip bermaksud mampir dulu di pohon cempedak yang memang banyak buahnya dan masak-masak yang jatuh di tanah untuk diambil secukupnya serta dibawa pulang ke rumahnya.
Sesudah Kilip ambil buah cempedak itu dan dimasukkannya ke dalam anjatnya, namun belum sempat beranjak pergi dari bawah pohon cempedak itu, maka tiba-tiba terdengar oleh Kilip suara monyet, yang tampaknya menuju ke arah ia berada. Kilip menduga bahwa rombongan monyet itu juga mau memakan buah cempedak yang diambilnya ini. Kilip sendiri belum sempat beranjak dari bawah pohon cempedak itu.
Lantas, Kilip dengan berpura-pura baring seperti orang yang baru jatuh dari atas pohon cempedak tersebut. Kilip mengoleskan getah buah cempedak tersebut di sekujur tubuhnya sendiri, lalu berguling-guling di bawah pohon cempedak itu, sehingga dedaunan kering melekat di seluruh tubuhnya, di wajahnya, di mulutnya, di hidungnya, di matanya.
Tak lama setelah Kilip beraksi, maka rombongan monyet sampai di situ dan melihat bahwa, “kenapa kok, ada Kilip di sini?”
Rombongan monyet itu melihat dari dekat apa gerangan terjadi dengan Kilip yang tergeletak kaku di situ, “Ooo, … kasihan Kilip ini sudah mati, mungkin ia jatuh dari atas pohon cempedak ini, kata monyet satu dengan yang lainnya.
Monyet yang lainnya menambahkan, “Ooo, ya benar!”.
Sang kepala rombongan monyet itu mengajak kawanannya, “bagaimana kalau kita kita gendong bersama-sama mayat Kilip ini ke rumahnya, kasihan Kilip yang mati karena jatuh dari pohon seperti ini sendirian tidak diketahui oleh sanak keluarganya”. Monyet-monyet yang lainya setuju!
Lantas para monyet itu beramai-ramai menggendong mayat Kilip itu hingga sampai di dalam rumahnya sendiri yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.
Ketika menyeberang sungai itu, Kilip sempat kentut dua kali.
Tercium bau kentut itu, para monyet itu berkata satu sama lain, “nah mayat ini sudah berbau busuk, maka kita harus cepat-cepat membawa ke rumahnya, dan kita serahkan dengan ibunya di rumahnya di
Memang tidak lama, para monyet itu sampai ke rumah ibunya dan dari jauh para monyet itu panggil ibu Kilip, “Kilip ini mati terjatuh dari pohon cempedak di dalam hutan
Para monyet itu memanggil dari tanah di bawah
Ibu Kilip menjawab dengan ramah, “ya, bawa saja naik dan masuk ke dalam rumah kami ini, walau pun ia sudah mati”.
Sementara itu, ibu kilip menutup pintu dan segala lobang-lobang di rumahnya itu. Ibu Kilip berkata kepada para monyet itu, “saya tidak mau ada orang yang melihat kita di dalam rumah ini, karena kita kena musibah yang tidak biasanya terjadi seperti ini”.
Namun secara tiba-tiba, Kilip bangun dan bangkit, lantas memukul mati semua monyet yang ada di dalam rumahnya itu. Akhirnya Kilip dan ibunya, memperoleh daging monyet yang berlimpah-limpah. Dimakan dua tiga bulan, mungkin tidak habis juga.
Setelah menjelang pagi harinya, kejadian itu diketahui oleh Aji. Lantas Aji pergi berkunjung ke rumah Kilip dan Ibunya. Sesampainya di rumah Kilip itu, Aji bertanya, “bagaimana caranya Kilip bisa dapat monyet yang sangat banyak seperti ini, dan saya juga mau menangkap monyet sebanyak itu seperti Kilip?”
Kilip menjawab, “begini Aji, kamu pergi saja ke pohon cempedak di tengah hutan
Aji menjawab, “ya, terima kasih Kilip atas anjuranmu itu. Besok pagi saya pergi ke hutan
Kilip menjawab, “ya, baiklah Aji, coba saja caraku itu. Siapa tahu kamu pun bisa beruntung!”. Selanjutnya, Aji pun permisi pulang seraya diberikan daging monyet yang cukup banyak oleh ibu Kilip yang memang baik hati itu.
Keesokan harinya, maka Aji pergi ke hutan guna melaksanakan aksi seperti yang diberitahukan oleh Kilip.
Setelah Aji sampai di tempat yang dia tuju, maka ia mulai beraksi seperti yang diberitahukan oleh Kilip tadi. Tidak berapa lama, maka rombongan monyet pun tiba di tempat itu. Lantas, mereka melihat Aji tergeletak kaku di bawah pohon cempedak di situ.
Maka segera pula para monyet itu melihat Aji, dan salah satu dari monyet-monyet itu berkata, “Ooo, manusia ini bernama Aji, dan ia sudah mati, mungkin ia terjatuh dari atas pohon cempedak ini. Kasihan sekali!”
Lantas Sang kepala rombongan monyet itu mengusulkan kepada angota rombongannya itu, “bagaimana kalau kita gotong mayat Aji ini dan mengantar ke rumahnya?”.
Aji tidak sabar dengar guyonan canda sesama para monyet itu, lantas Aji menyahut, “ya kalian pikul saya baik-baik, karena saya juga takut jika saya ini mati 2 kali”.
Apa yang terjadi? Aji di buang ke dalam air sungai itu dan hampir mati tenggelam. Dengan susah payah Aji berenang, akhirnya Aji bisa juga naik ke atas tanah. Dari situ Aji berjalan sempoyongan menuju ke rumahnya dan sesampainya di rumah, maka Deloi tanya dengan Aji, “kenapa kamu tidak digotong ramai-ramai oleh monyet-monyet dari hutan
Aji menjelaskan kepada isterinya, “saya sudah mempraktekkan semua apa yang disarankan Kilip. Semula para monyet itu memang menggotong saya, tetapi ketika saatnya menyeberang sungai di
Begitulah penjelasan Aji kepada isterinya tentang usahanya yang gagal, bahkan nyaris merenggut nyawanya sendiri. Isterinya terdiam! Dalam hatinya Deloi berkata, “nasib-nasib punya suami, yang bodohnya seperti ini”.
Namun, Deloi menghibur dirinya sendiri, “Aji suami ku ini sudah berusaha keras, namun nasib baik belum berpihak padanya”.