Kamis, 16 Februari 2012

AYUUS DAN SILUUQ BERPISAH SELAMANYA


Pada zaman dahulu, hiduplah Ayus dan Siluuq. Keduanya merupakan kakak beradik. Ayus berjenis kelamin laki-laki dan Siluuq adalah perempuan. Ayus berwatak suka masuk hutan dan berburu, sedangkan Siluuq adalah seorang petugas ritual belian.
 Ayus setiap hari pergi berburu, sedangkan Siluuq pergi mengobati orang meminta bantuannya dengan ritual belian.
Pada suatu hari Ayus pergi ke hutan untuk berburu dengan membawa seeokor anjing  dan tombak.  Setibanya Ayus di dalam hutan, maka anjingnya dengan gesit mengejar dan menyalak binatang buruannya, yakni babi hutan. Suara anjing menyalak tersebut seakan memecahkan keheningan rimba belantara. Tidak susah bagi Ayus dan anjingnya untuk mendapatkan binatang buruan, karena anjingya itu sangat galak dan buas terhadap binatang buruan yang ditemuinya. Ayus juga memiliki keahlian untuk menangkap binatang buruannya. Setelah membunuh babi hutan itu, maka segera dibawanya pulang untuk secepatnya dimasak.
 Sesampainya di rumah, maka Ayus langsung mencincang daging babi tersebut, kemudian Ayus memerintahkan adiknya,  Siluuq untuk segera memasak daging babi tersebut. ”Siluuq …!”, kata Ayus memanggil adiknya. Tolong kamu masak daging babi ini … !.
 “Ah,  saya tidak bisa … , kamu saja yang memasak …!, jawab Siluuq tegas dan ketus.
 Lantas Ayus menjawab lagi, “Lho … apa yang membuatmu tampak repot sekali …?
Siluuq menjawab, “Saya harus segera datang ke tempat orang yang sakit, mereka baru saja datang ke mari minta bantuan saya untuk mengobati keluarganya yang sakit parah di rumahnya.”
Dengan agak jengkel Ayus menjawab i, “Setiap hari kerjamu itu-itu saja, pergi dan pergi terus, tidak pernah betah di rumah dan mengurus kegiatan di rumah kita ini.”
Namun Siluuq tetap pada pendiriannya, “Pokoknya kamu saja yang memasak daging babi hutan itu”.
Perdebatan sengit tidak dapat terelakkan lagi antara Ayus dan adiknya. Setelah Siluuq mendengar kakaknya yang marah-marah, maka ia ingin segera pergi jauh-jauh dari kakaknya, tetapi kakaknya selalu tidak mengizinkan. Akhirnya Siluuq berkata kepada Ayus, “Kalau kamu marah-marah terus dengan saya, maka lebih baik saya pergi dari rumah ini, dan biarlah kita hidup dengan kesibukan pekerjaan kita masing-masing”.
Dengan perasaan marah sang kakak menjawab, “Tidak bisa … pokoknya kamu tidak bisa pergi … dari rumah kita ini”.
Karena tidak mau ribut, kali ini Siluuq membatalkan kepergiannya, dan mereka menjadi damai dan tidak bertengkar lagi. Sejak itu, apapun yang mereka kerjakan selalu bersama-sama, kalau kerjaan itu  menyangkut pekerjaan di rumah. Tanpa disadari oleh Siluuq dan Ayus bahwa kebiasaan-kebiasaan mereka kembali terulang, yaitu Ayus pergi berburu, sedangkan Siluuq pergi mengobati orang sakit.
Di suatu pagi yang cerah, Ayus pergi berburu babi hutan yang merusak tanamannya di ladang malam tadi, dengan membawa satu ekor anjing dan sebuah tombak, sedangkan Siluuq ditinggalkannya sendirian di rumah. Dalam tempo yang tidak terlalu lama, Ayus sudah kembali dari hutan dan membawa pulang seekor babi. Sesampainya di rumah, maka disuruhnya Siluuq untuk memasak daging babi yang sudah dicincang di hutan tersebut. “Dik, panggil kakaknya, tolong kamu memasak daging babi hutan ini secepatnya, agar kita cepat makan dan tidak membusuk.” Tetapi apa yang terjadi, ternyata perintah kakaknya itu tidak digubris samasekali oleh Siluuq, bahkan dijawab dengan nada semakin menantang suruhan kakaknya itu kali ini.
Siluq menjawab, “Wah … tidak bisa kak …, karena saya buru-buru pergi mengobati orang yang sedang sakit keras. Tadi ada orang yang meminta bantuan saya.” Pokoknya kakak saja yang memasak, karena kakak tidak pergi kemana-mana lagi bukan ...?”
Perdebatan kali ini juga membuat Siluuq benar-benar kesal mendengar kakaknya yang selalu marah kepadanya, sehingga membuat Siluuq semakin nekat untuk pergi dari rumahnya. Siluuq berkata,  “Pokoknya saya harus pergi dari rumah ini, karena saya sudah tidak betah tinggal di rumah ini.”
Ayus mendengar omelan adiknya demikian, maka bertambah marah dan tetap melarang adiknya pergi dari rumah mereka. Ayus berkata, “Tidak bisa … sekali saya katakan tidak bisa,  ya tetap tidak bisa”, bentak Ayus kepada adiknya.
Siluq pun menjawah dengan tegas, “Biar kakak melarang saya untuk pergi, tapi saya tetap harus pergi. Ini demi kebaikan kita berdua, kalau kakak rindu kepada saya, maka kakak bisa saja pergi ke tempat saya.”
Meski telah ada penjelasan simpatik dari Siluuq tersebut, namun tetap saja Ayus melarang adiknya itu pergi, tapi Siluuq kali ini tidak menghiraukan lagi nasihat dari kakaknya.
Di pagi hari yang cerah, sang mentari menerangi cakrawala, kicau burung seakan-akan mengiringi  kepergian Siluuq, sebab Siluuq memang benar-benar pergi dari rumah. Segala kebutuhan di perantauan termasuk ayam kesayangannya, tak luput dibawanya serta, dengan hanya memakai sebuah sampan, Siluuq  milir ke Bilukng Belau.
Ayus sang kakak tetap tidak mengizinkan adiknya pergi, sehingga Ayus membuat batu penghalang di setiap sungai yang akan dilalui oleh Siluuq, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Begitu batu penghalang itu selesai diciptakan oleh Ayus, maka suara kokok ayam Siluuq ternyata sudah berada jauh di sebelah hilir dari batu penghalang tersebut. Penghadangan demikian telah banyak dibuat oleh Ayus, agar adiknya tidak dapat pergi, namun semuanya tidak membawa hasil apa-apa, hingga akhirnya Siluuq sampai ke tujuannya, yaitu  Bilukng Belau.
Akhirnya Ayus dengan susah payah tiba juga di Bilukng Belau lantaran mengejar Siluuq, adiknya itu. Ayus dan Siluuq kembali hidup bersama di Bilukng Belau, tetapi bukan diartikan sebagai suami dan isteri, tetapi hanya sebatas hubungan kakak dengan adik, karena memang mereka bersaudara.
Dari sehari, sebulan bahkan hingga bertahun-tahun mereka hidup dengan tenteram dan damai. Namun, kebiasaan-kebiasaan mereka yang dulu kembali kambuh lagi.
Pada suatu hari, Ayus pergi berburu ke  dalam hutan belantara dengan seekor anjingnya. Tak lama lama anjing itu telah menyalak dengan seru sebagai pertanda bahwa telah ada binatang buruan. Dengan keahlian sang anjing, bahwa binatang buruan tersebut sudah mati diterkam anjingnya itu, tanpa bantuan Ayus sendiri. Ayus tinggal mengambil saja bangkai binatang tersebut dan membawa pulang.
Seperti kebiasaanya dulu, Ayus menyuruh adiknya memasak dan selalu mendapat sanggahan dari adiknya. Perseteruan kembali terjadi antara kakak-adik tersebut. Kali ini Ayus benar-benar marah kepada adiknya, sehingga adiknya itu mau dibunuhnya pada saat perkelahian tersebut.
Ayus berkata dengan geram, “Lebih baik kamu ini saya bunuh saja daripada saya mengharapkan kamu, namun kamu selalu tidak mau membantu saya,” ancam sang kakak.
Siluuq pun menjawab dengan tegar, “Silahkan saja kalau memang kamu berani membunuh saya”.
Ayus mengambil tombaknya dengan maksud membunuh Siluuq, tetapi tidak berhasil, karena Siluuq melawan dan merampas tombak yang dipegang Ayus. Ayus tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena semua senjatanya sudah berada dalam tangan Siluuq.
Siluuq sendiri hanya berniat merampas semua senjata dari tangan kakaknya, bukan bermaksud membunuh kakaknya. Namun Siluuq melampiaskan kemarahannya terhadap anjing kesayangan Ayus. Siluuq menendang anjing tersebut, sehingga berubah menjadi makhluk yang suka mengganggu pikiran manusia. Setelah itu Siluuq menendang babi hasil buruan Ayus yang berubah menjadi pohon bakau. Ayus hanya dapat berdiam diri melihat kesaktian adiknya tersebut.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh Siluuq, tetapi ia mengusir kakaknya, agar pulang ke Kampung halaman, yaitu ke  Benaliiq, di hulu muara Sentawar.
Konon kelakuan anjing yang disihir oleh Siluuq tadi, bisa merasuki pikiran orang, sehingga orang yang tadinya pendiam menjadi nakal. Orang yang patuh kepada orang tuanya, bisa berubah jadi berani melawan orang tuanya sendiri, dan masih banyak lagi kelakuan manusia yang aneh-aneh yang berasal dari sihir Siluq tersebut.
“Lebih baik kamu pulang saja ke Benaliiq dan membawa anjing jelekmu itu, karena anjingmu itu sangat senang merusak pikiran orang.”, kata Siluq setelah agak reda amarahnya.
“Biar kamu tidak menyuruh saya pulang, toh saya akan tetap pulang juga,” sambung Ayus.
Ayus berangkat mudik melalui sungai Mahakam dan singgah sebentar di Kutai Lama. Di Kutai Lama pada waktu itu telah diadakan Upacara Erau. Ayus mampir di Kutai Lama dengan maksud hanya menonton saja, akan tetapi Ayus malah ikut ambil bagian dalam sebuah pertandingan. Pertandingan tersebut adalah pertandingan yang disebut “tapi”  atau bebintisan atau adu kekuatan kaki. Satu persatu orang di situ sudah dikalahkan oleh seseorang yang sangat tangguh, sehingga tak seorang pun lagi yang berani menantangnya.
Orang itu mengundang, “Ayo … siapa lagi yang berani menantang saya, maka silahkan maju … ?” Tak seorangpun di antara penonton di arena itu yang berani menyambut tawaran tersebut.
Ayus merasa jengkel dan kesal melihat kecongkakan orang tersebut. Maka Ayus berkata, “Tunggu … saya yang akan bertarung dengan anda, seraya Ayus memukul-mukul dadanya sendiri.” Pertandingan itu dimenangkan oleh Ayus. Bintisan Ayus menyebabkan kaki pemuda tadi patah dan hancur sehingga  pemuda itu hanya bisa menggelepar-gelepar di tanah. Melihat pemuda tadi telah kalah dan tidak ada lagi yang bisa melawan Ayus bahkan sebaliknya mereka malah ingin membunuh Ayus. Jika keinginan membunuh Ayus itu pun gagal, toh  mereka sepakat untuk mengusir Ayus dari Kutai Lama.
Ayuus kemudian mudik ke hulu melalui sungai Mahakam dan singgah di Muara Pahu, dan di sinilah Ayus menunjukkan kesaktiannya dengan menancapkan tiang Lamin Raden Baroh, sehingga hampir setinggi tiang juga masuk ke dalam tanah.
Dari Muara Pahu, Ayus mudik lagi menuju ke Jelauu, di tempat ini kembali Ayus membuat patung yang menyerupai dirinya sendiri yang disebut Batuuq Sepatukng Ayus.
Dan Ayuus terus mudik sungai Pahu dan sampai ke Jerakng Dasak, di tempat ini pula Ayus memperlihatkan kesaktiannya di daerah tersebut, yaitu dengan memutar balikan pohon benggeris yang berdiameter delapan depa di situ, sehingga pohon benggeris terbalik, dengan daunnya di tanah dan akarnya di sebelah atas.
Ayus hanya sampai di daerah tersebut saja dengan memperlihatkan kesaktiannya, dan kemudian kembali milir dan masuk sungai Mahakam menuju tempat kelahirannya di Benaliiq di hulu muara sungai Sentawar. Dengan demikian, akhirnya Ayus dan Siluuq benar-benar berpisah menjalani kehidupan masing-masing untuk selama-lamanya.

Kamis, 02 Februari 2012

MONAQ-RINGEENG (3) Versi Rentenukng-Tonyooi


3. Ringeeng Mempermainkan Monaaq
Untuk mengobati hatinya yang sedih, gundah gulana ditinggal mati kekasihya, Monaaq pergi berburu, setelah lama berjalan akhirnya ia tiba di simpang delapan, karena kelelahan Monaaq memutuskan untuk istirahat di simpang delapan sambil membuka bungkusan bekalnya dan makan. Ditempat itu tidak ada rumah karena masih hutan lebat, setelah selesai makan lalu dilanjutkan dengan merokok dan menginang (makan sirih).
Jantung Ringgeng berdegup kencang saat mengetahui kedatangan kekasihnya itu, ingin rasanya ia berlari dan memeluknya tapi ia menahan semua kerinduanya itu, ia ingin memberikan kejutan pada Monaaq. Ringeeng lalu memerintahkan kedua ripatnnya untuk menggangu Monaaq. Kedua hantu itu dengan senang hati mengikuti kemauan majikannya itu.
Mulailah Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau beraksi, mula-mula mereka menyambar tempat dan inang (tepa) lalu mengambil cincin ditangan Monaaq secepat kilat lalu pergi kedalam hutan dan memberikan cincin itu pada Ringeeng.
Monaaq yang sedang menikmati asap tembakau sambil melamun mengenang kekasihnya itu tiba-tiba tersentak merasa ada bayangan yang berkelebat dan sambaran angin yang menuju arahnya, tempat rokok dan inangnya  berantakan disambar oleh Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau.
Timbul perasaaan takut dalam diri Monaaq, dengan sisa keberaniannya ia membersihkan dan merapikan tempat yang berantakan itu, namun alangkah terkejutnya Monaaq karena cincin ditangannya sudah tidak ada lagi. Ia mencoba mencari cincin emas pusakanya dengan cara mengorek-ngorek dedaunan tetapi tetap tidak menemukannya.
Maka lengkaplah sudah penderitaan Monaaq karena sudah kehilangan kekasih tercinta ditambah kehilangan cincin pusakanya lagi.
Hari mulai gelap, Monaaq tampak kelelehan setelah ber jam-jam ia mencari cincinya itu. Ia memutuskan untuk beristrirahat lalu ia mengambil kain kesapuuq (kain ikat kepala) dan menghamparkannya untuk alasnya tidur, lalu ia membuat api. Sambil merebahkan badannya ia teringat terus peristiwa yang dialaminya itu, larut malam barulah Monaaq tertidur lelap.
Dari jauh Ringeeng memperhatikan Monaaq yang sedang tidur. “Ah.....mengapa aku tega memperlakukan kekasihku seperti itu”. Katanya dalam hati.
Timbul perasaan bersalah dan kasihan dalam diri Ringeeng, lalu ia  memerintahkan Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau untuk mengangkat dan membawa tubuh Monaaq keatas rumah. Monaaq tidak ingat apa-apa, lalu ia dibaringkan diatas tikar dan diberi barutn (selimut dari kulit kayu).
Keesokan harinya, setelah matahari memancarkan sinarnya ke dalam rumah barulah Monaaq bangun dan kaget sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya. ‘Dimanakah aku?” bathin Monaaq.
Dalam rumah itu terlihat ada dua orang wanita cantik, tetapi ada satu orang lagi yang hanya terdengar suaranya saja yang memerintahkan kedua perempuan itu untuk segera memasak dan membuatkanan makan untuk Monaaq.
Monaaq jadi penasaran dengan suara itu, karena sepertinya ia telah mengenal suara itu. “Ah..... suara itu persis suara Ringeeng” bathinnya. Suara perempuan semakin sering terdengar untuk memerintahkan kedua perempuan yang adalah Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau untuk cepat melayani Monaaq.
Monaaq semakin penasaran dibuatnya, sehingga ia memutuskan untuk tinggal di rumah itu sementara, sampai ia mengetahui siapa sebenarnya pemilik suara itu. Dari hari ke hari Monaaq terus menyelidiki pemilik suara itu, kadang ia berburu dan membawa binatang hasil buruan ke rumah itu yang selalu dimasak kedua perempuan pelayan perempuan yang hanya terdengar suaranya saja. Kedua perempuan itupun selalu melayani Monaaq dengan baik dan ramah.
Berbulan-bulan lamanya Monaaq tinggal di rumah itu, tetapi tetap saja Monaaq tidak dapat melihat wajah pemilik suara yang membuatnya penasaran.
Suatu hari Monaaq pergi berburu dan dapat seekor babi besar, maka terbersitlah ide di benak Monaaq untuk melihat wajah dan tubuh pemilik suara misterius selama ini dengan pura-pura terluka saat menyiangi atau memotong-motong daging babi.
Monaaq segera membawa hasil buruan itu ke rumah, hari menjelang sore Monaaq mulai menyiangi dan memotong-motong daging babi tangkapannya. Monaaq mengambil jantung babi itu lalu ditaruh diujung tangan kirinya.
 Ketika itu hari telah gelap, maka terdengar suara menyuruh kedua perempuan pelayannya untuk segera menyalakan api. “Cepat nyalakan api dan bakar lolokng (terbuat dari damar) untuk menerangi Monaaq yang sedang memotong daging babi hutan,” perintah suara misterius itu.
Namun belum sempat Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau menyalakan lolokng, tiba-tiba terdengar suara Monaaq mengaduh dan menjerit, “Aduuuh,…tangan saya luka dan terpotong.”
Lalu terdengar suara itu marah pada kedua pelayannya dan langsung keluar menghampiri serta memegang tangan Monaaq yang terpotong.
Maka terbongkarlah misteri selama ini, ternyata pemilik suara misterius itu adalah Ringeeng kekasihnya yang telah dihidupkan oleh Siluuq.
Ringeeng agak dongkol dengan ulah Monaaq ini, karena telah menipunya, pada kenyataanya bukan tangan yang terpotong tetapi jantung babi hutan.
Lalu Ringeeng berkata, “Kamu ini ada-ada saja, bikin jantungku hampir copot saja.”
Monaaq juga tidak mau kalah berkomentar, “Ah.....itu juga karena ulahmu telah membuat aku penasaran selama berbulan-bulan dan sengsara selama ini, kalau tidak begini aku tidak bisa melihat kamu.”
Maka keduanya langsung berangkulan untuk melepas rindu yang selama ini terpendam oleh kesedihan dan perpisahan yang terjadi. Keduanya juga telah sepakat untuk menjadi suami isteri dan tinggal di Datai Berentiwaaq, di daerah Tiwai – Kalimantan Tengah. (Bersambung)

Jumat, 06 Januari 2012

CATATAN 2012

Selamat Tahun Baru 2012

Pengunjung yang  terhormat, terima kasih sudah berkenan singgah di pondok kami "Monaq Ringeng", kami terus berupaya agar pondok ini tetap menjadi persinggahan yang cukup menyenangkan untuk semua, penampilan pondok kami sedikit kami rubah dengan cat yang baru agar sedikit beda dengan tahun lalu. Terima kasih atas komentar yang sudah anda kirimkan, namun beberapa mingu yang lalu (sejak 1 Januari 2012) kolom komentar tidak dapat digunakan karena sudah ditutup oleh providernya (gak gratis lagi) untuk kami berupaya mengadakan kolom komentar lagi agar anda dapat memberikan masukan, saran atau kritik kepada kami.

Akhirnya atas nama moderator saya ucapkan terima kasih.

Salam
Dj.Lantang