Jumat, 05 Februari 2010

SILUQ KEMBALI KE SENDAWAR

DALAM mitologi orang Dayak Rentenukng, Tonyooi dan Benuaq cukup banyak cerita yang mengkisahkan peristiwa tentang perseteruan yang menggunakan “kesaktian” antara Ayus dan Siluq bersaudara! Ada semacam persaingan “siapa yang paling berkuasa” antara keduanya. Siluq adalah perempuan, kakak Ayus. Sedangkan Ayus adalah laki-laki, adik dari Siluq (Lihat. No. 34, 43, 59, 60, 71,72, 82). Ayus dan Siluq mempunyai watak yang sangat berbeda satu sama lain.

Alkisah pada suatu waktu, Ayus dan Siluq bersaudara ini menetap di Sentawar, lantas berpisah! Siluq pergi ke Hulu Riam Sungai Mahakam guna menyusul suaminya yang bernama Mulakng Menyangka, sedangkan Ayus pindah ke Muara Lawa. Konon, Ayus khawatir akan kakaknya, yang tidak pulang-pulang ke Sentawar (Lih. No.60 dan 82).

Untuk itu, maka Ayus membendung Sungai Mahakam di daerah Sentawar sekarang yang dikenal dengan Batuq Benaliiq. Maksudnya, agar Siluq tetap kembali ke Sentawar, bukannya milir Sungai Mahakam hingga di Tasik (Laut). Namun, Ayus gagal menghadang adiknya itu, sehingga akhirnya Siluq bisa lewat Sentawar tanpa hambatan yang berarti hingga sampai di Tasik. Ayus mengejar adiknya hingga ke Muara Sungai Mahakam dan Tasik, namun tidak berhasil membujuk adiknya kembali ke Sentawar pada waktu itu. Walau begitu, Siluq berjanji kepada adiknya bahwa pada suatu waktu, pasti akan kembali ke Sentawar guna menyayomi anak cucunya di Sentawar dan Mahakam Ulu.

Konon dalam pertarungan tersebut dan yang lainnya, tampaknya Siluq memang memiliki kesaktian yang “lebih” daripada adiknya. Ia selalu lolos dari penghadangan adiknya yang mengandalkan kekuatan fisik. Akhirnya, Siluq sampai di laut (tasik). Begitu pun Ayus sampai juga di tasik.

Dalam perjalanan pulangnya dari Tasik tersebut, Ayus semula memang mudik Sungai Mahakam, namun tidak lagi sampai ke Sentawar. Ia masuk ke sungai Pahuuq dari Muara Pahuuq yang sekarang.

Lantas Ayus kemudian menyusuri sungai Pahuuq, yakni simpang kiri atau di sebelah selatan dari sungai Mahakam. Ketika memudiki sungai ini, memang banyak hal yang dibuat Ayus dengan kasaktian fisiknya, seperti mencabut dan membalik pohon benggeris. Akibatnya daun dan dahan pohon benggeris itu menempel di tanah, sedangkan akarnya dan pohonnya berada di atas. Posisi pohon benggeris yang terbalik, karena dicabut dan dibalik oleh Ayus.

Konon pohon benggeris ini masih hidup sampai sekarang di daerah Kecamatan Bentian Besar.

Setelah itu, lantas Ayus naik ke langit atau ke dunia atas (the upper world) dari kaki gunung Litu di daerah Kalteng (daerah sungai Barito), sehingga gunung tersebut condong ke arah sungai Litu (sungai Barito) tersebut.

Tapi bagaimana dengan Siluq? Seperti pribahasa yang mengatakan, “Setinggi-tingginya bangau terbang, akhinya toh kembali ke kubangan juga!” Demikian pula halnya dengan Siluq.

Setelah sekian lama Siluq tinggal di Tasik, akhirnya toh ia rindu dan kembali juga ke tanah Sentawar sekitar tahun 1980-an.

Konon cerita dari mulut ke mulut, pada suatu ketika, ada seorang nenek tua yang rambutnya telah putih ikut mudik dalam rombongan penumpang kapal motor dari pelabuhan di Samarinda menuju Pelabuhan Melak.

Pada saat itu belum ada jalan darat dari Samarinda ke Mahakam Hulu, sehingga satu-satunya alat transportasi umum dan pengangkut sembako masyarakat adalah kapal motor di sungai Mahakam. Memang sudah ada pesawat terbang (MAP), tetapi pesawat itu hanya digunakan untuk tujuan misionaris agama tertentu saja.

Pada tahun 1980-an tersebut, ada 2 unit kapal motor milik dari dua orang Haji bersaudara yang sangat dikenal baik oleh masyarakat di daerah Mahakam Ulu, yaitu KM Assabirin milik Haji Haron dan KM Karya Utama milik Haji Amat.

Ketika Si nenek tua lusuh dan miskin itu hendak menumpang KM Assabirin, maka ia ditolak oleh sang Haji pemilik kapal.

Lantas Si Nenek tua itu membawa barang-barangnya (layaknya orang yang pindah tempat tinggal) berjalan menuju KM Karya Utama dan mengatakan bahwa ia hendak mudik ke tanah hulu!

Haji pemilik kapal KM Karya Utama memperbolehkan Si Nenek tua itu ikut, tetapi hanya diberikan tempat di depan WC kapalnya saja. Tidak seperti penumpang lainnya yang diberikan keistimewaan khusus.

Namun, Si Nenek tua itu sangat gembira, karena diperbolehkan ikut kapal itu, walau hanya diberikan tempat di depan WC kapal tersebut saja.

Perjalanan mudik pada waktu itu cukup lama dan melelahkan, karena mencapai 34 jam baru sampai di pelabuhan Melak.

Di sepanjang pejalanan dengan kapal tersebut, konon terjadi suatu keanehan pada diri Si Nenek tua ini. Semakin kapal ini mendekati Melak, maka Si Nenek tua itu semakin bertambah muda dan paras wajahnya pun tampak cantik dan bersih pula pakaian yang dikenakan.

Setelah singgah dan bongkar muat di Pelabuhan Melak, maka KM Karya Utama meneruskan perjalanannya ke Long Iram.

Dan ketika sampai di Rantau Benaliq di hulu Melak atau tepatnya di daerah Sentawar sekarang, maka hari pun sudah malam.

Lantas Si Nenek itu berubah menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita, sehingga semua penumpang kapal yang melihatnya menjadi terkejut, terpesona dan sangat heran!

Sang Gadis yang cantik itu minta ke juragan kapal untuk diturunkan di pelabuhan sekitar tempat itu.

Di situ Tampak sebuah pelabuhan kapal-kapal yang terang benderang disinari cahaya lampu listrik dan orang-orang ramai, layaknya seperti pelabuhan kapal di Melak tadi juga.

KM Karya Utama merapat ke pelabuhan itu dan menurunkan sang Gadis dan barangnya, seperti halnya penumpang lainnya pula.

Setelah semua selesai diturunkan, maka kapal KM Karya Utama tersebut kembali melanjutkan perjalanannya menuju Tering dan Long Iram.

Anehnya, ketika kapal ini telah sampai di tengah Sungai Mahakam, lantas pelabuhan itu tadi menghilang bersama lenyapnya si gadis tadi. Di sekitar pelabuhan yang terang benderang itu tadi kembali gelap gulita.

Cerita ini lantas menyebar lewat cerita dari mulut ke mulut, terutama di kalangan warga masyarakat di sekitar Kecamatan Melak, Barong Tongkok dan Linggang Bigung.

Sejak saat itu, maka usaha dan harta benda Pak Haji pemilik KM Karya Utama terus meningkat. Dan sejak itu pula, Kapal Karya Utama ini lebih populer dan paling disukai ditumpangi oleh orang-orang Tonyooi dan Rentenukng.

Menurut keyakinan orang Tonyooi dan Rentenukng, kisah tentang Sang Nenek tua tersebut tadi tak lain adalah Siluq sendiri. Artinya Siluq telah kembali dari tasik ke tanah kelahiranya di Sentawar (Lihat. No.82)

Ketika itu (1980-an) Sentawar belum menjadi Ibukota Kabupaten. Kini Sentawar telah menjadi Ibukota Kabupaten Kutai Barat. Lantas karena kehadiran gaib Siluq di Sentawar ini sejak 1980-an lalu, maka tidak mustahil Kabupaten ini benar-benar menjadi Tana Puraai Ngerimaan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.