Minggu, 14 Februari 2010

Putri Inuinang Jadi Ratu

          Alkisah pada jaman dahulu, ada sebuah kerajaan. Kerajaan  tersebut dipimpin oleh seorang Raja. Raja itu bernama Arupm. Raja ini memiliki watak dan perangai yang sangat buruk. Karena apabila terdapat kesalahpahaman yang sedikit saja dengan rakyatnya, maka ia tak segan-segan menghukum bahkan membunuh rakyatnya tersebut. Pada suatu hari raja Arupm menyuruh pengawal-pengawalnya, bahkan semua prajuritnya untuk menyerang sebuah kampung yang bernama Dilakng Ngoyan Limur Bawo.
          Tepat pada hari yang ditentukan, maka berangkatlah rombongan pasukan kerajaan Raja Arupm untuk menyerang penduduk di kampung tersebut. Warga kampung yang diserang tersebut, memang tidak tahu bahaya yang mengancam mereka pada hari itu, maka seperti biasanya para warga pergi ke ladang meninggalkan kampung, sehingga yang tertinggal di kampung hanya orang-orang tua dan ibu-ibu tua beserta anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
          Sesampainya rombongan pasukan Raja Arupm di kampung  tersebut, maka mereka dengan sangat mudahnya berhasil menduduki dan menguasai kampung tersebut, karena tidak ada orang yang dapat melawan, dan semua warga baik yang tua maupun anak-anak dibunuh, kecuali seorang gadis yang luput dari maut, karena gadis tersebut sangat cantik, sehingga ia diambil sebagai tawanan oleh pasukan raja Arupm.
Gadis tersebut bernama Inuinang. Inuinang adalah  anak dari Timang Rangaas Karukng dengan isterinya Unang Rangaas Bungaaq.
Setelah membunuh semua warga di kampung tersebut dan menawan gadis tadi, maka pasukan Raja Arupm kembali ke  kerajaannya.
Tiba di kerajaan, maka para prajurit menyerahkan puluhan kepala penduduk yang berhasil mereka bunuh di kampung tersebut, berikut gadis tawanan tadi. Sang raja sangat gembira dengan keberhasilan dari para prajuritnya itu, kemudian sang raja berteriak dengan suara lantang, “wahai Nayuq Timang … mulai hari ini tidak ada lagi yang mampu melawan aku …!” Dan kini semaunya telah takluk dalam kerajaanku …!”
Setelah peristiwa itu, maka sang Raja kembali memimpin kerajaannya seperti biasa dan Inuinang diberlakukan sebagai budak di kerajaan Arupm tersebut. Setiap hari Inuinang disuruh pergi ke hutan untuk menebas dan membuat ladang tanpa dibantu oleh warga lainnya dari kerajaan Arupm itu. Pada saat ladangnya telah siap ditanami, maka barulah mereka membantu menanam padi. Demikian pula setelah menanam padi, tidak ada satu pun warga dari kerajaan itu yang bantu menjaga dan membersihkan padi dari gulma. Inuinang bekerja sendirian bertahun-tahun.
          Pada saat padi ladang mulai berbunga dan berbuah, maka kerajaan merencanakan upacara belian gugu tahun, di mana nantinya gadis Inuinang sendiri akan dijadikan sebagai tumbal yang dikurbankan pada saat  belian gugu tahun tersebut telah mencapai puncaknya. Namun, rencana tersebut tersebut masih sangat dirahasiakan, agar tidak diketahui oleh Inuinang, tapi niat jahat tersebut telah mulai terbaca oleh Inuinang dan memang cukup mengganggu perasaannya dari hari ke hari. Perasaan tersebut terus menghantui kehidupan Inuinang sehari-hari, sehingga ia tidak ada semangat bekerja lagi, walau pun berkerja, itu karena hanya terpaksa saja.
          Kini tiba saatnya padi di ladang itu mulai menguning. Artinya waktunya telah tiba bahwa Inuinang memulai pekerjaan panen panen pada siang hari, dan menumbuk padi di lesung pada malam hari. Berasnya dikumpulkan untuk belian gugu tahun tersebut. Dalam melakukan pekerjaan ini pun, memang tak ada satu orang pun yang membantunya. Perempuan-perempuan di kerajaan itu  hanya mengambil beras-beras yang  sudah selesai ditumbuk dan dibersihkan. Orang-orang lain di kerajaan itu hanya sibuk menyiapkan peralatan belian, tanpa mau membantu Inuinang bekerja sendirian di ladangnya.
          Pada suatu hari, karena sangat kecapaian, maka Inuinang meresa bahwa badannya tidak enak, lantas ia duduk dan bersandar pada sebuah tunggul besar di tengah ladangnya itu. Karena sangat letih dan lesu,  maka ia tertidur dan bermimpi. Di dalam mimpinya itu, ia bersandar di kaki seorang laki-laki tua yang rambutnya sudah putih, dan giginya sudah ompong dan bertongkat touq salah (sejenis tebu putih).
Orang tua itu berkata pada Inuinang, “Wahai anakku, mungkin kamu penasaran, mengapa perasaanmu akhir-akhir ini malas dan lesu. Ketahuilah bahwa orang di kerajaan itu sekarang sedang belian. Di puncak upacaranya itu nanti, kamu akan dibunuh sebagai tumbal. Namun, kamu jangan khawatir, aku akan memberikan sesuatu kepadamu. Dan simpanlah sesuatu yang kuberikan itu baik-baik …! Apabila sampai pada hari yang ditentukan untuk membunuhmu, maka kamu harus membawa patung kecil dari kayu ini.” 
Setelah berkata demikian, maka orang tua itupun menghilang, dan Inuinang terbangun. Ia melihat di sekitarnya, tapi tidak ada apa-apa, kecuali patung kayu yang didapatkannya  dalam bakul (gamak), maka ia pun mengambil dan menyimpan patung tersebut.
          Seperti biasanya setelah beras yang ditumbuk oleh Inuinang jumlahnya sudah banyak, maka orang kerajaan mengambil beras dan hasil ladangnya. Pada hari berikunya, orang-orang kerajaan itu datang lagi untuk mengambil beras dan sekaligus bersama dengan Inuinang sendiri, karena belian sudah hampir mencapai puncaknya atau hampir selesai. Mereka menangkap Inuinang dan mengikat tangannya dan menyuruh Inuinang memikul bakul       yang disebut amoq  yang penuh dengan beras. Amoq yang berisi beras tersebut terasa cukup berat untuk dipikul oleh seorang gadis seperti Inuinang.
          Sesampainya di kerajaan, Inuinang dibawa naik dan diikat di atas balai yang disebut toras, yaitu tempat persembahan kurban ritual, di mana nantinya ia akan dibunuh di atas balai tersebut.
Ketika keesokan harinya, yang merupakan hari puncak upacara belian gugu tahun tersebut, maka Inuinang dipersiapkan jadi korban persembahan atau tumbal dalam ritual tersebut. Semua petugas ritual melakukan ngarakng nganyaar sambil membacakan ritus-ritus bagi para nayuuq, dan mereka pun tidak menyadari sesuatu yang akan terjadi, sehingga selesai ngarakng nganyaar, maka mereka pun siap memulai upacara yang memang sudah dinanti-nantikan.
Untuk itu, datanglah seorang algojo yang membawa mandau guna memenggal leher sang gadis Inuinang, dan seketika itu juga tiba-tiba terjadilah angin ribut berserta hujan deras yang mengikuti simburan darah dan kepala Inuinang yang jatuh dari atas balai toras dan terguling di tanah. Dengan itu, maka upacara di balai korban persembahan itu selesai, dan semua orang pulang ke atas lamin.
Namun kesokan harinya, mereka dikejutkan oleh sosok seorang gadis yang datang dari ladang dan membawa bakul (amoq) yang berisi beras, sayur-sayuran dan gulungan daun pisang di dalam bakulnya itu. Gadis tersebut tidak lain adalah Inuinang yang kemarin telah dipenggal kepalanya.
Keheranan mereka semakin membuatnya penasaran untuk ingin mengetahui secara  dekat dan pasti tentang sosok Inuinang, si gadis yang kemaring benar-benar telah mati. Semua orang di dalam lamin itu mengerumini gadis tersebut, termasuk Raja Arupm.
Kemudian raja Arupm bertanya, “Bagaimana kamu bisa datang dari ladang membawa beras dan lainnya ini, padahal kemarin kamu sudah kami bunuh, dan kenapa hari ini kamu datang dengan tidak kurang satu apapun ... persis seperti Inuinang yang kemarin juga?”
Maka dengan tenang dijawab oleh Inuinang, “Hamba baru datang dari Gunung Lumut (gunung sorga) dan di sana kehidupan orang-orang sangat baik serta banyak gadis yang cantik-cantik.”
 Mendengar jawaban Inuinang yang demikian, maka raja Arupm sangat tertarik dan ingin juga  datang ke sorga sana, lantas ia menyuruh para algojonya untuk memenggal lehernya dan semua anak cucunya yang semuanya juga berperilaku jahat di kerajaan tersebut.
          Apakah yang sebenarnya terjadi dengan Inuinang ?, hal yang sebenarnya terjadi adalah bahwa pada saat gadis Inuinang seolah-olah dipenggal kepalanya, maka kakek yang muncul dalam mimpi dan memberikan patung kayu kecil kepada Inuinang itu muncul dan menukar sosok Inuinang dengan patung yang sangat menyerupai sosok Inuinang sendiri.
Pada saat kakek misterius menggantikan sosok Inuinang dengan patung tersebut, tak ada satupun orang yang tahu akan hal itu, sehingga mereka mengira bahwa yang dipenggal itu adalah benar-benar Inuinang sendiri.
Akhirnya Raja Arupm beserta seluruh keluarganya mati setelah dipenggal kepalanya atas dasar kemauan dan perintah sang raja itu sendiri. Maka mulai hari itu juga, rakyat di kerajaan Raja Arupm  mengangkat Inuinang sebagai pemimpin mereka di kerajaan itu.
Setelah dipimpin oleh Inuinang, maka rakyat kerajaan itu kembali hidup dengan aman, tanpa dicekam rasa takut, dan mereka menjadi makmur dan sejahtera di bawah kepemimpinan Inuinang sang gadis yang masih sangat muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.