3.
Ringeeng Mempermainkan Monaaq
Untuk mengobati hatinya yang sedih, gundah gulana ditinggal mati kekasihya, Monaaq pergi
berburu, setelah lama
berjalan akhirnya ia tiba di simpang
delapan, karena kelelahan Monaaq memutuskan untuk istirahat di simpang delapan
sambil membuka bungkusan bekalnya dan makan. Ditempat itu tidak ada rumah
karena masih hutan lebat, setelah selesai makan lalu dilanjutkan dengan merokok
dan menginang (makan sirih).
Jantung Ringgeng
berdegup kencang saat mengetahui kedatangan kekasihnya itu, ingin rasanya ia
berlari dan memeluknya tapi ia menahan semua kerinduanya itu, ia ingin
memberikan kejutan pada Monaaq. Ringeeng lalu memerintahkan kedua ripatnnya untuk menggangu Monaaq. Kedua
hantu itu dengan senang hati mengikuti kemauan majikannya itu.
Mulailah Tempeko
Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau beraksi, mula-mula mereka menyambar
tempat dan inang (tepa) lalu
mengambil cincin ditangan Monaaq secepat kilat lalu pergi kedalam hutan dan
memberikan cincin itu pada Ringeeng.
Monaaq yang sedang
menikmati asap tembakau sambil melamun mengenang kekasihnya itu tiba-tiba
tersentak merasa ada bayangan yang berkelebat dan sambaran angin yang menuju
arahnya, tempat rokok dan inangnya berantakan disambar oleh Tempeko Rangaas Iyo
dan Tekuyas Rangaas Bulaau.
Timbul perasaaan
takut dalam diri Monaaq, dengan sisa keberaniannya ia membersihkan dan
merapikan tempat yang berantakan itu, namun alangkah terkejutnya Monaaq karena
cincin ditangannya sudah tidak ada lagi. Ia mencoba mencari cincin emas
pusakanya dengan cara mengorek-ngorek dedaunan tetapi tetap tidak menemukannya.
Maka lengkaplah
sudah penderitaan Monaaq karena
sudah kehilangan kekasih tercinta ditambah kehilangan cincin pusakanya lagi.
Hari mulai gelap, Monaaq
tampak kelelehan setelah ber jam-jam ia mencari cincinya itu. Ia memutuskan
untuk beristrirahat lalu ia mengambil kain kesapuuq
(kain ikat kepala) dan menghamparkannya untuk alasnya tidur, lalu ia membuat
api. Sambil merebahkan badannya ia teringat terus peristiwa yang dialaminya
itu, larut malam barulah Monaaq tertidur lelap.
Dari jauh Ringeeng
memperhatikan Monaaq yang sedang tidur. “Ah.....mengapa aku tega memperlakukan
kekasihku seperti itu”. Katanya dalam hati.
Timbul perasaan
bersalah dan kasihan dalam diri Ringeeng, lalu ia memerintahkan Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas
Rangaas Bulaau untuk mengangkat dan membawa tubuh Monaaq keatas rumah. Monaaq
tidak ingat apa-apa, lalu ia dibaringkan diatas tikar dan diberi barutn (selimut dari kulit kayu).
Keesokan harinya, setelah
matahari memancarkan sinarnya ke dalam rumah barulah Monaaq bangun dan kaget
sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya. ‘Dimanakah aku?” bathin Monaaq.
Dalam rumah itu
terlihat ada dua orang wanita cantik, tetapi ada satu orang lagi yang hanya
terdengar suaranya saja yang memerintahkan kedua perempuan itu untuk segera memasak
dan membuatkanan makan untuk Monaaq.
Monaaq jadi
penasaran dengan suara itu, karena sepertinya ia telah mengenal suara itu. “Ah.....
suara itu persis suara Ringeeng” bathinnya. Suara perempuan semakin sering
terdengar untuk memerintahkan kedua perempuan yang adalah Tempeko Rangaas Iyo
dan Tekuyas Rangaas Bulaau untuk cepat melayani Monaaq.
Monaaq semakin
penasaran dibuatnya, sehingga ia memutuskan untuk tinggal di rumah itu sementara,
sampai ia mengetahui siapa sebenarnya pemilik suara itu. Dari hari ke hari
Monaaq terus menyelidiki pemilik suara itu, kadang ia berburu dan membawa
binatang hasil buruan ke rumah itu yang selalu dimasak kedua perempuan pelayan
perempuan yang hanya terdengar suaranya saja. Kedua perempuan itupun selalu
melayani Monaaq dengan baik dan ramah.
Berbulan-bulan
lamanya Monaaq tinggal di rumah itu, tetapi tetap saja Monaaq tidak dapat melihat
wajah pemilik suara yang membuatnya penasaran.
Suatu hari Monaaq
pergi berburu dan dapat seekor babi besar, maka terbersitlah ide di benak
Monaaq untuk melihat wajah dan tubuh pemilik suara misterius selama ini dengan
pura-pura terluka saat menyiangi atau memotong-motong daging babi.
Monaaq segera membawa
hasil buruan itu ke rumah, hari menjelang sore Monaaq mulai menyiangi dan
memotong-motong daging babi tangkapannya. Monaaq mengambil jantung babi itu
lalu ditaruh diujung tangan kirinya.
Ketika itu hari telah gelap, maka terdengar
suara menyuruh kedua perempuan pelayannya untuk segera menyalakan api. “Cepat nyalakan
api dan bakar lolokng (terbuat dari
damar) untuk menerangi Monaaq yang sedang memotong daging babi hutan,” perintah
suara misterius itu.
Namun belum sempat
Tempeko Rangaas Iyo dan Tekuyas Rangaas Bulaau menyalakan lolokng, tiba-tiba terdengar
suara Monaaq mengaduh dan menjerit, “Aduuuh,…tangan saya luka dan terpotong.”
Lalu terdengar
suara itu marah pada kedua pelayannya dan langsung keluar menghampiri serta
memegang tangan Monaaq yang terpotong.
Maka terbongkarlah
misteri selama ini, ternyata pemilik suara misterius itu adalah Ringeeng
kekasihnya yang telah dihidupkan oleh Siluuq.
Ringeeng agak
dongkol dengan ulah Monaaq ini, karena telah menipunya, pada kenyataanya bukan
tangan yang terpotong tetapi jantung babi hutan.
Lalu Ringeeng
berkata, “Kamu ini ada-ada saja, bikin jantungku hampir copot saja.”
Monaaq juga tidak
mau kalah berkomentar, “Ah.....itu juga karena ulahmu telah membuat aku penasaran
selama berbulan-bulan dan sengsara selama ini, kalau tidak begini aku tidak
bisa melihat kamu.”
Maka keduanya
langsung berangkulan untuk melepas rindu yang selama ini terpendam oleh
kesedihan dan perpisahan yang terjadi. Keduanya juga telah sepakat untuk
menjadi suami isteri dan tinggal di Datai Berentiwaaq, di daerah Tiwai –
Kalimantan Tengah. (Bersambung)